Ahmad Adib: Guru Renang Harus Bisa Berenang

Peserta Creative Camp mengikuti sesi api unggun di depan Wisma Pinus Kenteng (Foto: Setyaji Rizky Utomo).

Himakom UKSW kembali adakan “Creative Camp” guna menjawab kebutuhan mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi, khususnya bagi mereka yang mengambil konsentrasi Periklanan (Advertising). Tema yang diambil adalah “Be Productive in Modern Era,” sementara yang hadir sebagai pembicara adalah Dekan Fakultas Seni UNS Ahmad Adib, Pendiri It’s Banana Daniel Revelino Arsono, dan Desainer Herbainvest Herbal Pharmacy Dian Utama Jati. Kegiatan berlangsung di Wisma Pinus Kenteng, Getasan, Kab. Semarang (10-12/3).

Tiga pembicara itu menggunakan metode pengajaran yang cukup unik. Misalnya Adib, yang dibantu rekannya kala mengajak peserta bermain sebelum menyampaikan materi. Adib juga menganggap bahwa, proses belajar-mengajar yang hanya berlangsung di kampus dan perpustakaan itu terlalu konvensional. “Sekarang saya tanya kalian semua, berapa kali dalam seminggu kalian ke perpustakaan? Semuanya itu tidak serta merta buku yang menjadi patokan untuk kita mencari ilmu. Di sekitar kita, mulai dari jalanan hingga pusat perbelanjaan itu juga perpustakaan,” katanya.

Selama ini, menurut Adib, banyak juga dosen yang memberikan materi namun materi tersebut tidak pernah diperbarui, pun sedikit dari mereka yang mengajak mahasiswa untuk praktik di lapangan. Akibatnya, mahasiswa menjadi bingung dan tidak mengerti apa yang harus mereka lakukan di dunia kerja. “Masak, waktu mereka kerja terus ada masalah harus cari teorinya dulu? Teorinya itu belakangan, yang penting cari dulu masalahnya lalu kita lihat teorinya,” tukas Adib.

Adib mengibaratkan dosen itu bak guru renang. Seorang guru renang harus bisa berenang saat mengajari muridnya berenang. “Jangan cuma diberi penjelasan saja. Mahasiswa itu harus tahu persis permasalahanya, dan apa solusinya,” kata Adib.

Sama halnya dengan Dian atau yang akrab disapa Titus, ia juga menganggap mahasiswa harus mencari pengalaman diluar sebanyak-banyaknya. “Pengalaman diluar memberi nilai tambah bagi anda, yang nantinya dapat digunakan untuk portofolio,” katanya.

Dian juga mengajak mahasiswa untuk merubah pola pikirnya tentang dunia kerja. Tidak harus merantau di kota besar, karena bekerja di rumah dengan memanfaatkan media daring pun juga memungkinkan bagi mahasiswa untuk bekerja di lebih dari satu perusahaan. “Salah satunya ya bagi jurusan advertising,” tambah Dian.

Tak kalah menarik, Daniel mengawali sesi dengan menceritakan kisahnya menjadi mahasiswa. Hingga saat ini, ia belum lulus kuliah karena beberapa bulan setelah magang, ia dihubungi oleh pihak agensi untuk bekerja. Kala itu, Daniel merasa bimbang karena di satu sisi harus menyelesaikan kuliah, namun di sisi lain ingin menambah ilmu sekaligus pengalaman. Daniel pun lebih memilih bekerja selama satu tahun dan kembali lagi ke kota asalnya, kemudian mendirikan agensi yang dikelolanya hingga sekarang. “Waktu itu saya bimbang, tapi lebih memilih dapat pengalaman lalu saya berangkat,” jelas Daniel.

Tenda tempat menginap peserta Creative Camp (Foto: Setyaji Rizky Utomo).

Pada hari pertama Creative Camp, peserta diajak mengikuti kegiatan di luar ruangan dan tidur di tenda. Di hari kedua, peserta diberi kesempatan untuk membuat kelompok, dan mengikuti lomba iklan poster maupun video. Peserta yang sudah membentuk kelompok, kemudian mempresentasikan karyanya di hari ketiga. Tanpa nama Advertising dan Triangel Advertising terpilih menjadi kelompok terbaik. Mereka membuat citra (branding) kaus buatan lokal.

Ketua Panitia Lucya Etty Susanti mengatakan, tak banyak mahasiswa yang mengikuti Creative Camp kali ini. Sejumlah mahasiswa merasa beberapa mata kuliah tidak bisa ditinggalkan. Ia berharap, Creative Camp tahun depan lebih banyak diikuti mahasiswa. “Setelah mengikuti Creative Camp, mahasiswa juga bisa merealisasikan apa yang mereka dapat,” tambah Lucy.•

Berita ini ditulis oleh Setyaji Rizky Utomo, Wartawan LPM Lentera. Mahasiswa Ilmu Komunikasi-Jurnalistik UKSW, angkatan 2014.

Penyunting: Galih Agus Saputra

Tinggalkan Balasan